Halaman

Qincay Office

Qincay Office

Rabu, 11 April 2012

Makalah Profesi Keguruan "Guru Sebagai Agen Pembelajaran"

BAB I
PENDAHULUAN

Ø    Latar Belakang
“Bangsa yang maju adalah bangsa yang baik pendidikannya; bangsa yang jelek pendidikannya tidak akan pernah menjadi bangsa yang maju”. ---Presiden Susilo Bambang Yudhoyono--- Salah satu komponen penting dalam upaya meningkatkaan mutu pendidikan nasional adalah adanya guru yang berkualitas, profesional dan berpengetahuan. Guru, tidak hanya sebagai pengajar, namun guru juga mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Dalam menjalankan tugasnya sebagai agen pembelajaran. Guru yang profesional adalah guru yang menguasai materi pembelajaran, menguasai kelas dan mengendalikan perilaku anak didik, menjadi teladan, membangun kebersamaan, menghidupkan suasana belajar dan menjadi manusia pembelajar (learning person). Selain sebagai sebuah profesi, seorang guru adalah fasilitator, motivator, inspirator dan inovator dalam transformasi pembelajaran pada anak didik.

Ø    Rumusan Masalah
Bagaimana ciri-ciri guru yang baik dan bagaimana pula yang dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran.

 BAB II
PEMBAHASAN
GURU SEBAGAI AGEN PEMBELAJARAN

Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP) Pasal 28, dikemukakan bahwa: “Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.”[1] Selanjutnya dalam penjelasannya dikemukakan bahwa : “yang dimaksud dengan pendidik sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik”.
            Sukar untuk menentukan sebenarnya guru yang baik. Walaupun demikian dapat juga diberikan beberapa prinsip yang berlaku umum untuk semua guru yang baik, adalah :
  1. Guru yang baik memahami dan menghormati murid.
  2. Memahami bahan pelajaran yang diberikannya.
  3. Memilih metode yang sesuai.
  4. Menyesuaikan bahan pelajaran dengan kesanggupan murid.
  5. Mengaktif murid dalam hal belajar.
  6. Memberikan pengertian
  7. Menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan murid.
  8. Memiliki tujuan tertentu dari setiap pelajaran.
  9. Tidak terikat dengan satu buku teks.
  10. Tidak menyampaikan pengetahuan saja tapi berusaha membentuk kepribadian anak.[2]
 A.    Guru sebagai Fasilitator
Guru sebagai fasilitator bertugas memberikan kemudahan belajar kepada seluruh peserta didik, agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka.[3]
Guru sebagai fasilitator sedikitnya harus memiliki tujuh sikap seperti yang diidentifikasikan Rogers berikut ini.
1.            Tidak berlebihan mempertahankan pendapat dan keyakinannya, atau kurang terbuka.
2.            Dapat lebih mendengarkan peserta didik, terutama tentang aspirasi dan perasaannya.
3.            Mau dan mampu menerima ide peserta didik yang inovatif, dan kreatif bahkan yang sulit sekalipun.
4.            Lebih meningkatkan perhatiannya terhadap hubungan dengan peserta didik seperti halnya terhadap bahan pembelajaran.
5.            Dapat menerima balikan, baik yang sifatnya positif maupun negatif, dan menerimanya sebagai pandangan yang konstruktif terhadap diri dan perilakunya.
6.            Toleransi terhadap kesalahan yang diperbuat peserta didik selama proses pembelajaran, dan
7.            Menghargai prestasi peserta didik, meskipun biasanya mereka sudah tahu prestasi yang dicapainya.[4]

Sebagai seorang guru tidak hanya bertugas untuk mengajar dan memahami materi pelajaran yang akan diberikan, namun guru juga harus memahami keadaan peserta didik. Beberapa hal yang harus dipahami guru dari peserta didik antara lain : kemampuan, potensi, minat, hoby, sikap, kepribadian, kebiasaan, catatan kesehatan, latar belakang keluarga dan kegiatannya di sekolah.

B.     Guru sebagai Motivator
Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, karena peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik.

1.      Teori Motivasi dari Maslow
Kebutuhan dasar yang dikatakan Maslow sebagai bertata jenjang (hierarki) dilukiskan seperti di bawah ini.[5]


 


Kebutuhan
untuk
Aktualisasi Diri

Kebutuhan untuk
Dihargai

Kebutuhan untuk Diakui

Kebutuhan akan Rasa Aman

Kebutuhan Psikologis


 


Dalam hubungannya dengan peningkatan kualitas pembelajaran, teori Maslow ini dapat digunakan sebagai pegangan untuk melihat dan mengerti mengapa :
a.       Peserta didik yang lapar, sakit atau kondisi fisiknya tidak baik tidak memiliki motivasi untuk belajar.
b.      Peserta didik lebih senang belajar dalam suasana yang menyenangkan.
c.       Peserta didik yang merasa disenangi, diterima oleh teman atau kelompoknya akan memiliki minat belajar yang lebih dibanding dengan peserta didik yang diabaikan atau dikucilkan.
d.      Keinginan peserta didik untuk mengetahui dan memahami sesuatu tidak selalu sama.

2.      Cara Membangkitkan Nafsu Belajar
Berdasarkan teori motivasi di atas terdapat beberapa prinsip yang dapat diterapkan untuk meningkatkan nafsu belajar peserta didik, antara lain :
a.       Peserta didik akan belajar lebih giat apabila topik yang dipelajarinya menarik, dan berguna bagi dirinya.
b.      Tujuan pembelajaran harus disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada peserta didik sehingga mereka mengetahui tujuan belajar.
c.       Peserta didik harus selalu diberitahu tentang kompetensi, dan hasil belajarnya.
d.      Pemberian pujian dan hadiah lebih baik daripada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan.
e.       Manfaatkan sikap, cita-cita, rasa ingin tahu, dan ambisi peserta didik.
f.       Usahakan untuk memperhatikan perbedaan individual peserta didik
g.      Usahakan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik tersebut.

Dede Suryadi mengemukakan ada beberapa hal yang patut diperhatikan agar dapat membangkitkan motivasi belajar adalah sebagai berikut :
(1) Memperjelas tujuan yang ingin dicapai,
(2) Membangkitkan minat siswa,
(3) Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan,
(4) Memberi pujian yang wajar terhadap keberhasilan siswa,
(5) Memberikan penilaian yang positif,
(6) Memberi komentar tentang hasil pekerjaan siswa, dan
(7) Menciptakan persaingan dan kerja sama.[6]

C.     Guru sebagai Pemacu
Sebagai pemacu belajar guru harus mampu melipat gandakan potensi peserta didik dan mengembangkan sesuai dengan aspirasi dan cita-cita mereka. Guru harus memahami bahwa setiap orang memerlukan bantuan orang lain dalam perkembangannya tidak terkecuali peserta didik yang memerlukan bantuan.[7]
Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif, profesional, dan menyenangkan, dengan memposisikan diri sebagai berikut.[8]
1.      Orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya.
2.      Teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik.
3.      Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan dan bakatnya.
4.      Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.
5.      Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab.
6.      Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan dengan orang lain secara wajar.
7.      Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain dan lingkungannya.
8.      Mengembangkan kreatifitas.
9.      Menjadi pembantu ketika diperlukan.

D.    Guru sebagai Pemberi Inspirasi
Sebagai pemberi inspirasi belajar, guru harus mampu memerankan diri dan memberikan inspirasi bagi peserta didik, sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran dapat membangkitkan berbagai pemikiran, gagasan, dan ide-ide baru.
Untuk itu guru harus mampu menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari seluruh warga sekolah, kesehatan sekolah, serta kegiatan-kegiatan yang terpusat pada peserta didik, agar dapat memberikan inspirasi, membangkitkan nafsu, gairah dan semangat belajar. Iklim belajar yang kondusif merupakan faktor pendorong yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi proses belajar. Lingkungan yang kondusif antara lain dapat dikembangkan melalui berbagai layanan dan kegiatan sebagai berikut.[9]
1.      Memberikan pilihan bagi peserta didik yang lambat maupun yang cepat dalam melakukan tugas pembelajaran.
2.      Memberikan pembelajaran remedial bagi peserta didik yang kurang berprestasi, atau berprestasi rendah.
3.      Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman dan aman bagi perkembangan potensi seluruh peserta didik secara optimal.
4.      Menciptakan kerjasama saling menghargai, baik antar peserta didik maupun antara peserta didik dengan guru dan pengelola pembelajaran lain.
5.      Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan belajar dan pembelajaran.
6.      Mengembangkan proses pembelajaran sebagai tanggung jawab bersama antara peserta didik dan guru, sehingga guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator, dan sebagai sumber belajar.
7.      Mengembangkan sistem evaluasi belajar dan pembelajaran  yang menekankan pada evaluasi diri sendiri.

Sebagai pemberi inspirasi, guru juga dapat memerankan dirinya sebagai pembawa ceritera. Dengan ceritera-ceritera yang menarik diharapkan dapat membangkitkan berbagai inspirasi peserta didik.
Sebagai pendengar, peserta didik dapat mengidentifikasi watak-watak pelaku yang ada dalam ceritera, dapat secara objektif menganalisa, menilai manusia, kejadian-kejadian dan pikiran-pikiran.

  BAB II
PENUTUP

Ø  Kesimpulan
Guru mempunyai berbagai peranan penting dalam metode pembelajaran yaitu; sebagai fasilitator, motivator, inspirator dan inovator untuk mencapai hasil tujuan pembelajaran yang diharapkan. Guru di sekolah adalah pendidik, tugasnya membimbing dan mendampingi siswa agar kelak dapat hidup mandiri. Peran guru sebagai perencana (planner) pada tahap ini melakukan identifikasi masalah yang ada dikelas yang akan digunakan untuk kegiatan lesson study dan perencanaan alternative pemecahannya.

Ø  Saran
Penulis menyadari sebagai manusia biasa yang tak lepas dari kekurangan yang membawa ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat kostruktif demi kesempurnaannya dimasa mendatang.
 DAFTAR PUSTAKA

Alma, Buchari. 2008. Guru Profesional (Menguasai Metode dan Terampil Mengajar), Bandung : Alfabeta

E. Mulyasa.2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Suryadi, Dede. 11 Februari 2010. Guru Sebagai Motivator Siswa, http://bataviase.co.id

28 Juli 2010. Guru Sebagai Pemacu,. http://rici22.student.umm.ac.id



[1] E. Mulyasa, M.Pd, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007, hal. 53
[2] Prof. Dr. H. Buchari Alma, M.Pd.dkk, Guru Profesional (Menguasai Metode dan Terampil Mengajar), Bandung : Alfabeta, 2008, hal. 149-150
[3] Op.cit
[4] Ibid., hal. 55
[5] Ibid., hal.59
[6] Drs. Dede Suryadi, Guru Sebagai Motivator Siswa, 11 Februari 2010. http://bataviase.co.id
[7] Guru Sebagai Pemacu, 28 Juli 2010. http://rici22.student.umm.ac.id
[8] Mulyasa, Op.cit., hal. 64-65
[9] Ibid., hal. 68-69

glitter-graphics.com

Hubungan antara Ilmu Bahasa dengan Ilmu Jiwa

HUBUNGAN ANTARA ILMU BAHASA DENGAN ILMU JIWA

Dari segi kejiwaan didefinisikan bahwa bahasa adalah salah satu bentuk sikap manusiawi. Bahasa tersebut mempunyai hubungan dengan manusia sampai batas yang besar dan menjadi pembeda dari seluruh makhluk yang ada. Dalam hal ini ilmu jiwa mengkhususkan pelajaran tentang sikap manusiawi dan mempelajari tentang kebahasaan yang menggambarkan salah satu bagian yang mempertemukan antara ilmu bahasa dengan ilmu jiwa.
Pendidikan ibarat aliran dalam ilmu jiwa dan diluarnya, pentingnya para pendidik untuk mendirikan suatu pendidikan melalui bahasa dan perkataan yang melahirkan bahasa seperti bagian-bagian aliran, sebenarnya pentingnya membahas bahasa pada pertengahan pertama pada abad kedua puluh pada masa kerajaan atau pemerintahan. ini ibarat perbedaan zaman didalamnya dengan membahas bahasa yang lebih besar yang telah mendirikan dua perbedaan dari pembahasan bahasa dan ilmu jiwa dengan menjelaskan persiapan dan landasan dalam menerangkan bahasa, demikianlah cara untuk memahami bahasa dengan perkataan yang diibaratkan dekat dengan hatinya, dari suara dalam sebuah percakapan dan dialog, disamping mempersiapkan keinginan untuk mendengar pidatonya, sesungguhnya kegiatan ilmiah yang melalui hati ibarat perkataan yang tidak termasuk kepada kerangka ilmu bahasa. Pentingnya memahami beberapa bahasa agar mampu melakukan pembinaan dalam ilmu jiwa. Demikianlah kecenderungan hubungan antara persiapan kumpulan dan persiapan perkataan. Disamping itu bahasa bukan dari beberapa hal yang menjelaskan tentang bahasa yang menciptakan pemikirannya tentang persiapan beberapa kegiatan ilmiah lainnya dan juga dibahas dalam ilmu jiwa.
Dengan melihat kenyataan bunyi suara yang bersumber dari orang yang bercerita dan berlalu dalam bentuk suara maka jadilah pertemuan itu masuk dalam pembahasan ilmu bahasa.
Dari segi metode pelajaran dan pembahasan, maka disini terdapat perbedaan yang jelas antara metode yang dipakai oleh pakar bahasa dan pakar psikologi tentang bentuk kebahasaan (Hijazy : 1973, hal. 38/50). Pada beberapa tahun terakhir ini ada upaya untuk menafsirkan segi kebahasaan yang mengandung segi itu juga. Adapun contoh yang tidak melampaui ketentuan-ketentuan kebahasaan yang dipelajari berdasarkan pengajaran jenis dari ketentuan maka cukuplah, akan tetapi megherankan juga dari segi susunan kebahasaan. Sebagaimana terpecahnya beberapa disiplin ilmu semasa dulu.
Berdasarkan hal yang demikian maka sesungguhnya ruang lingkup ilmu jiwa  adalah merobah orang yang berbicara kepada kode/tanda, dan ini merupakan hal yang wajar menurut akal yang sempurna bagi manusia dan hasil dari padanya berubah menjadi suara yang menjadi bahasa.
Dengan berdirinya pendidikan bahasa dengan demikian kode atau tanda ini pada akal akan dianalisa maknanya. Penganalisaan akal juga termasuk kedalam pembahasan ilmu jiwa dengan menghubungkan kode atau tanda yang diberikan dari pembicara kepada pendengar dan ini merupakan ruang lingkup pembahasan ilmu bahasa. (Hijazy 1973 dari Carrol 1960 hal. 8).
Sebagian pakar bahasa dan pakar psikologi berpendapat bahwasanya mempelajari perjalanan bahasa adalah beruntung tidak untuk dipahami secara bahasa maka cukuplah, bahkan untuk menjadikan teori umum bagi ilmu psikologi. Hal ini sesungguhnya merupakan batas mempelajari bahasa psikologi pada dua puluh tahun yang lalu untuk dijadikan bagian pertemuan antara ilmu psikologi dengan ilmu bahasa. Cabang ilmu tersebut yaitu ;
Ø  Ilmu bahasa jiwa
Ø  Bagian yang sangat berkaitannya dengan ilmu jiwa bahasa
Ø  Psikologi bahasa

  HUBUNGAN ANTARA ILMU BAHASA DENGAN ILMU SOSIAL

Dari segi kemasyarakatan kita temukan pengetahuan-pengetahuan sosial yang bermanfaat dari keberhasilan dalam membahas bahasa. Disamping itu penting mempelajari bahasa dari segi sosial. Sebagaimana diterangkan untuk masyarakat itu sendiri.
Di sini banyak contoh yang berguna mempelajari ilmu social (Hijazy :1973. hal.51) yaitu :
1.      Bahwa mempelajari lafal dan petunjuknya/dilalahnya menjadi sempurna dalam lingkaran sosial dan kemajuan
2.      Perubahan bahasa tidak dapat ditafsirkan kecuali yang sesuai dengan kemajuan dan kemasyarakatan.
3.      Persetujuan kemasyarakat memberi pengaruh terhadap kesamaan bahasa dan persamaan kebahasaan ini yang membatasi perubahan bahasa yang berlaku di kalangan masyarakat.

Berdasarkan hal demikian, disini terdapat beberapa permasalahan bagi ilmu bahasa yang berhubungan langsung dengan ilmu kemasyarakatan (sosiologi) yang menitik beratkan pada ilmu tersebut diantaranya dinamakan :
Ø  Ilmu sosial bahasa
Ø  Ilmu kemasyarakatan
Ø  Ilmu bahasa dan kebudayaan
Ø  Ilmu bahasa dan antropologi
Ø  Ilmu antropologi bahasa